Rabu, 14 November 2007

Sistem Pemerintahan Iran Modern (End of Part )

BAB V

PENUTUP

Oleh. Akhmad Satori, S.IP., M.SI.


  1. Kesimpulan

Berjalannya sistem pemerintahan Republik Islam Iran yang ada sekarang, suka tidak suka, tidak bisa dilepaskan dari peranan besar Ayatullah Imam Khomeini, seorang ulama pemimpin spiritual, sekaligus pemimpin politik yang sangat dihormati di Iran Imam Khomeini merupakan salah seorang tokoh yang paling penting di balik terjadinya revolusi Iran dan lahirnya negara Republik Islam Iran. Karena peranannya dalam memimpin revolusi Iran itulah, Imam Khomeini diangkat sebagai Rahbar (pemimpin) revolusi Islam, sebagaimana yang tercantum dalam konstitusi Iran yang disahkan Desember 1979.

Salah satu gagasan yang paling menonjol dalam pemikiran politik Imam Khomeini adalah idenya tentang Wilayatul Faqih (pemerintahan para faqih) yang pada dasarnya menghendaki agar kepemimpinan pada umumnya, termasuk kepemimpinan politik, harus berada di tangan terpercaya. Pemikiran politik Imam Khomeini mengenai Wilayatul Faqih yang menjadi bagian terpenting dalam sistem politik Republik Islam Iran ini memberikan tekanan pada imamah yang diartikan sebagai kepemimpinan agama dan politik yang sekaligus disandang oleh faqih.

Konsep wilayatul Faqih ini merupakan kelanjutan dari doktrin imamah dalam teori politik Syi’ah khususnya Syi’ah Imamiyah. Konsep ini bukan merupakan gagasan yang baru dalam pemikiran kalangan Syi’ah. Imam Khomeini yang kemudian mengembangkan dan mempraktekkan konsep wilayatul faqih ini ke dalam sistem pemerintahan Iran Modern.

Dalam mengaplikasikan gagasannya, Imam Khomeini berhasil menggabungkan konsep pemerintahan agama dengan pranata-pranata demokrasi. Akan tetapi presfektif Imam Khomeini tentang demokrasi berbeda dengan demokrasi murni dan demokrasi liberal. Menurutnya kebebasan demokrasi harus dibatasi dan kebebasan yang diberikan itu harus dilaksanakan di dalam batas-batas hukum Islam. Meskipun demikian dapat dikatakan bahwa konsep wilayatul faqih merupakan salah satu varian dari demokrasi. Dalam konsep ini mekanisme keseimbangan dan kesejajaran (check and balance) harus berjalan, meskipun lembaga tersebut berkedudukan dibawah otoritas wali faqih. Menurut Imam Khomeini tanpa pengawasan dari wilayatul faqih, pemerintah akan menjadi despotik. Jika pemerintahan itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan dan jika Presiden dipilih tanpa arahan seorang faqih, maka pemerintahan itu tidak sah.

Sistem pemerintahan Republik Islam Iran dapat diklasifikasikan ke dalam sistem demokrasi yang relegius, apapun istilah yang diberikan; baik istilah "Teo-Demokrasi" Maududi, "Theistic Demokrasi" Moh. Natsir "Islamo-Demokrasi" Nurcholis Madjid, Demokrasi Islam atau apapun yang dilabelkan padanya pada dasarnya adalah sama. Sebagai konsekuensi logis, Implikasi dari konsep demokrasi Islam gagasan Khomeini ini merupakan model dan bentuk pemerintahan alternatif yang dapat menjadi acuan bagi negara-negara Muslim lainnya di masa mendatang.

  1. Saran

Kajian-kajian tentang konsep-konsep yang mensintetiskan antara Islam dan demokrasi yang menghasilkan demokrasi dengan paradigma Islam perlu untuk terus dikembangkan, dengan harapkan kajian seperti ini pada gilirannya dapat memperkuat penyemaian demokrasi di Indonesia, mengingat demokrasi bukan hanya perlu diperjuangkan tetapi lebih dari itu harus disemaikan, ditanam dipupuk dan dibesarkan melalui upaya-upaya terencana, teratur dan terarah pada seluruh lapisan masyarakat. Demokrasi baik sistem politik maupun nilai-nilai kebudayaan, tidak bisa diwariskan begitu saja, melainkan juga harus diajarkan, di sosialisasikan, dan di aktualisasikan, khususnya bagi generasi muda. []




Tidak ada komentar: